1. Pendahuluan
Acacia mangium Willd., yang juga dikenal dengan nama mangium, merupakan salah satu jenis pohon cepat tumbuh yang paling umum digunakan dalam program pembangunan hutan tanaman di Asia dan Pasifik. Keunggulan dari jenis ini adalah pertumbuhan pohonnya yang cepat, kualitas kayunya yang baik, dan kemampuan toleransinya terhadap berbagai jenis tanah dan lingkungan (National Research Council 1983). Tekanan terhadap ekosistem hutan alam di Indonesia yang tidak dapat dihindari belakangan ini mengakibatkan penggunaan jenisjenis cepat tumbuh, termasuk mangium, sebagai pengganti bahan baku untuk menopang pasokan produksi kayu komersial.
Berdasarkan hasil uji coba dari 46 jenis tanaman yang dilakukan oleh Departemen Kehutanan di Subanjeriji (Sumatera Selatan), mangium dipilih sebagai jenis tanaman yang paling cocok untuk tempat tumbuh yang marjinal, seperti padang rumput alang-alang (Arisman 2002, 2003).Luas areal hutan tanaman mangium di Indonesia dilaporkan mencapai 67% dari total luas areal hutan tanaman mangium di dunia (FAO 2002). Rimbawanto (2002) dan Barry dkk. (2004) melaporkan bahwa sekitar 80% dari areal hutan tanaman di Indonesia yang dikelola oleh perusahaan negara dan swasta terdiri dari mangium.
Sekitar 1,3 juta ha hutan tanaman mangium telah dibangun di Indonesia untuk tujuan produksi kayu pulp (Departemen Kehutanan 2003). Mangium juga diusahakan oleh rakyat (petani) dalam skala kecil. Menurut Departemen Kehutanan dan Badan Statistika Nasional (2004), Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur merupakan provinsi dengan jumlah tanaman mangium rakyat tertinggi, mencakup lebih dari 40% total jumlah tanaman mangium yang diusahakan oleh rakyat di Indonesia.
2. Deskripsi Jenis
2.1 Taksonomi
Nama botani: Acacia mangium Willd.
Marga: Leguminoseae
Submarga: Mimosoideae
Sinonim: Rancosperma mangium (Willd.) Pedley
Nama lokal/umum:
Nama lokal di Indonesia: mangga hutan, tongke hutan (Seram), nak (Maluku), laj (Aru), dan jerri (Irian Jaya) (Turnbull 1986). Nama lokal di negara lain: black wattle, brown salwood, hickory wattle, mangium, sabah salwood (Australia, Inggris); mangium, kayu SAFODA (Malaysia); arr (Papua Nugini); maber (Filipina); zamorano (Spanyol); dan kra thin tepa, krathinthepha (Thailand) (Hall dkk. 1980, Turnbull 1986).
2.2 Botani
Pohon mangium pada umumnya besar dan bisa mencapai ketinggian 30 m, dengan batang bebas cabang lurus yang bisa mencapai lebih dari setengah total tinggi pohon. Pohon mangium jarang mencapai diameter setinggi dada lebih dari 60 cm, akan tetapi di hutan alam Queensland dan Papua Nugini, pernah dijumpai pohon dengan diameter hingga 90 cm (National Research Council 1983).
Di tempat tumbuh yang buruk, pohon mangium bisa menyerupai semak besar atau pohon kecil dengan tinggi rata-rata antara 7 sampai 10 m (Turnbull 1986). Batang pohonnya beralur memanjang. Pohon yang masih muda umumnya berkulit mulus (Gambar 1) dan berwarna kehijauan; celah-celah pada kulit mulai terlihat pada umur 2–3 tahun. Pohon yang tua biasanya berkulit kasar, keras, bercelah dekat pangkal, dan berwarna coklat sampai coklat tua (Hall dkk. 1980).
Anakan mangium yang baru berkecambah memiliki daun majemuk yang terdiri dari banyak anak daun mirip dengan Albizia, Leucaena, dan jenis lain dari sub-marga Mimosoideae. Meskipun demikian, setelah beberapa minggu, daun majemuk ini tidak lagi terbentuk; melainkan tangkai daun dan sumbu utama setiap daun majemuk tumbuh melebar dan berubah menjadi phyllode . Phyllode ini berbentuk sederhana dengan tulang daun paralel, dan bisa mencapai panjang 25 cm dan lebar 10 cm .
Bunga mangium tersusun dari banyak bunga kecil berwarna putih atau krem seperti paku . Pada saat mekar, bunga menyerupai sikat botol (Turnbull 1986) dengan aroma yang agak harum. Setelah pembuahan, bunga berkembang menjadi polong-polong hijau yang kemudian berubah menjadi buah masak berwarna coklat gelap (National Research Council 1983). Bijinya berwarna hitam mengilap dengan bentuk bervariasi dari longitudinal, elips, dan oval sampai lonjong berukuran 3–5 mm × 2–3 mm. Biji melekat pada polong dengan tangkai yang berwarna oranye-merah.
2.3 Penyebaran
Jenis mangium tumbuh secara alami di hutan tropis lembap di Australia bagian timur laut, Papua Nugini dan Kepulauan Maluku kawasan timur Indonesia (National Research Council 1983). Setelah berhasil diintroduksikan ke Sabah, Malaysia, pada pertengahan tahun 1960-an, mangium banyak diintroduksikan ke berbagai negara, termasuk Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Bangladesh, Cina, India, Filipina, Sri Lanka, Thailand dan Vietnam. Di Indonesia, jenis ini pertama kali diintroduksikan ke daerah lain selain Kepulauan Maluku pada akhir tahun 1970-an sebagai jenis pohon untuk program reboisasi (Pinyopusarerk dkk. 1993).
2.4 Tempat Tumbuh
Mangium dapat beradaptasi dengan baik pada berbagai jenis tanah dan kondisi lingkungan. Mangium dapat tumbuh cepat di lokasi dengan level nutrisi tanah yang rendah, bahkan pada tanah-tanah asam dan terdegradasi (National Research Council 1983). Jenis ini tumbuh baik pada tanah laterit, yaitu tanah dengan kandungan oksida besi dan aluminium yang tinggi (Otsamo 2002). Meskipun demikian, jenis ini tidak toleran terhadap naungan dan lingkungan salin (asin).
Di bawah naungan, mangium akan tumbuh kerdil dan kurus (National Research Council 1983). Jenis ini merupakan jenis pionir yang dapat meregenerasi secara alami di lokasi yang sudah terganggu. Gunn dan Midgley (1991) melaporkan bahwa mangium tumbuh secara melimpah di hutanhutan pasca terjadinya gangguan, di sepanjang jalan dan bekas-bekas peladangan berpindah di Indonesia dan Papua Nugini. Jenis mangium biasanya ditemukan di daerah dataran rendah beriklim tropis yang dicirikan oleh periode kering yang pendek selama 4 bulan (Eldoma dan Awang 1999). Jenis ini dapat tumbuh pada ketinggian di atas permukaan laut sampai ketinggian 480 m.
2.5 Karakteristik Kayu
Kayu gubal mangium tipis dan berwarna terang. Kayu terasnya berwarna agak coklat, keras, kuat, dan tahan lama pada ruangan yang berventilasi baik, meskipun tidak tahan apabila kontak dengan tanah (National Research Council 1983). Serat kayunya lurus hingga bertautan dangkal; teksturnya agak halus sampai halus dan seragam. Kerapatan kayunya bervariasi dari 450 sampai 690 kg/m3 dengan kadar air 15% (Tabel 1). Tingkat penyusutan cukup rendah sampai moderat sebesar 1,4–6,4% (Abdul-Kader dan Sahri 1993). Berat jenis kayu dari tegakan hutan tanaman umumnya berkisar antara 0,4 dan 0,45 sedangkan yang dari tegakan alam sekitar 0,6 (National Research Council 1983).
2.6 Kegunaan
Kayu mangium dapat digunakan untuk pulp, kertas, papan partikel, krat dan kepingan-kepingan kayu. Selain itu juga berpotensi untuk kayu gergajian, molding, mebel dan vinir. Karena memiliki nilai kalori sebesar 4.800–4.900 kkal/kg, kayunya dapat digunakan untuk kayu bakar dan arang. Daunnya dapat digunakan sebagai pakan ternak. Cabang dan daun-daun kering yang berjatuhan dapat digunakan untuk bahan bakar. Penggunaan nonkayu meliputi bahan perekat dan produksi madu. Serbuk gergajinya dapat digunakan sebagai substrat berkualitas bagus untuk produksi jamur yang dapat dimakan (Lemmens dkk. 1995).
Pohon mangium juga dapat digunakan sebagai pohon penaung, ornamen, penyaring, pembatas dan penahan angin, serta dapat ditanam pada sistem wanatani dan pengendali erosi (National Research Council 1983). Jenis ini banyak dipilih oleh petani untuk tujuan peningkatan kesuburan tanah ladang atau padang rumput. Pohon mangium mampu berkompetisi dengan gulma yang agresif, seperti alang-alang (Imperata cylindrica); jenis ini juga mengatur nitrogen udara dan menghasilkan banyak serasah, yang dapat meningkatkan aktivitas biologis tanah dan merehabilitasi sifat-sifat fisika dan kimia tanah (Otsamo dkk. 1995). Pohon mangium juga dapat digunakan sebagai penahan api karena pohon berdiameter 7 cm atau lebih biasanya tahan terhadap api (National Research Council 1983).
Sumber:
Judul:
Acacia mangium Willd. Ekologi, Silvikultur dan Produktivitas
Penulis:
- Haruni Krisnawati
- Maarit Kallio
- Markku Kanninen