Biodiversity (keanekaragaman hayati) adalah jumlah dan variasi spesies tumbuhan, hewan, serta mikroorganisme yang hidup di suatu ekosistem. Semakin tinggi biodiversitas → semakin sehat dan seimbang ekosistem tersebut. Sayangnya, perluasan kebun sawit seringkali menggantikan hutan alami. Nah, bagaimana dampaknya bagi biodiversitas?
Seiring dengan meningkatnya permintaan global terhadap minyak kelapa sawit, deforestasi hutan tropis sering kali menjadi konsekuensi yang tak terhindarkan. Artikel ini mengulas perbandingan keanekaragaman hayati (biodiversity) di antara dua ekosistem: kebun sawit (oil palm plantation) dan hutan alami (primary dan secondary forest), serta implikasinya terhadap konservasi lingkungan.
Kekayaan Spesies: Hutan Menang Telak
Berbagai penelitian meta-analisis menunjukkan hasil yang konsisten:
- Kebun sawit memiliki keanekaragaman spesies (species richness) yang jauh lebih rendah dibandingkan hutan primer maupun sekunder. Analisis menunjukkan pengurangan signifikan, dengan effect size E++ = –1,41 untuk hutan primer dan –3,02 untuk hutan sekunder
- Ekosistem sawit seringkali didominasi oleh spesies yang toleran terhadap gangguan berbeda dengan hutan yang mendukung spesies asli dan endemik.
Efek Tepian (“Edge Effects”) dan Ekosistem Air Tawar
- Di Borneo, kebun sawit menyebabkan penurunan keanekaragaman katak (frog species) hingga 4 km ke dalam hutan di sekitarnya.
- Pada ekosistem air tawar ikan, makroinvertebrata, dan amfibi terlihat adanya penurunan sebanyak 44% di lahannya tanpa buffer riparian dibandingkan hutan primer, serta 19% dibandingkan hutan terganggu.
Satwa Liar dan Mamalia Terancam
- Di kebun sawit Malaysia, satwa mamalia terutama ditemukan di dekat tepi hutan. Namun, semakin jauh dari tepi hutan, keberadaan dan keragaman mamalia menurun drastis.
- Hutan alami tidak tergantikan untuk bertahan hidup satwa besar seperti karnivora dan herbivora asli.
Keuntungan Ekonomi vs Kerugian Keanekaragaman
- Menurut IUCN, ekspansi sawit bisa memengaruhi 54% mamalia terancam dan 64% burung terancam secara global.
- Di Indonesia, konversi hutan ke sawit telah menyebabkan penurunan karbon dan kerusakan habitat kritis bagi spesies seperti orangutan, harimau Sumatra, dan lainnya.
Inovasi Restorasi: “Tree Islands”
Terdapat pendekatan restoratif inovatif: menanam pulau-pulau pohon (tree islands) di tengah kebun sawit ditemukan mampu meningkatkan keanekaragaman pohon asli melalui regenerasi alami, meski belum sebanding dengan hutan utuh.
Artikel lainnya: Cara Menerapkan Rantai Pasok RSPO yang Berkelanjutan di Setiap Perusahaan
Tantangan Eksternal
- Permintaan global dari negara kaya turut memicu deforestasi di negara tropis: terjadi apa yang disebut sebagai “biodiversity leak,” di mana kehancuran alam terjadi di luar negeri konsumen.
- Di Indonesia sendiri, meski ada moratorium untuk izin baru pada 2019–2021, deforestasi demi sawit masih berlangsung, termasuk tantangan hukum atas wilayah adat.
Ringkasan dalam Tabel
Aspek | Hutan (Primer/Sekunder) | Kebun Sawit |
Keanekaragaman Spesies | Tinggi | Lebih rendah (efek negatif signifikan) |
Komposisi Spesies | Banyak spesies asli | Dominasi spesies gangguan |
Mamalia & Predator | Mendukung populasi dan keberagaman | Menurun drastis saat jauh dari hutan |
Ekosistem Air Tawar | Sehat, kaya biodiversitas | Penurunan drastis tanpa buffer |
Air Terjun Edge Effects | Minimal | Terasa hingga beberapa kilometer |
Upaya Restorasi | Tidak diperlukan | “Tree islands” membantu, tetapi masih terbatas |
Implikasi Sosial/Ekonomi | Konservasi & fungsi ekosistem | Efisiensi ekonomi, namun biaya tinggi untuk keanekaragaman |
Hutan tropis adalah pusat kehidupan dengan biodiversitas yang kaya, sementara kebun sawit lebih unggul secara ekonomi namun miskin keragaman hayati.
Jika ingin sawit tetap jalan tapi alam tetap terjaga, maka model sawit berkelanjutan + restorasi hutan adalah solusinya.